Legalitas dokumen setelah proses alih media arsip banyak dilakukan Ketika masa covid-19 datang. Ketika semua akses bekerja kantoran di batasi, akibat pembatasan tatap muka akibat virus corona. Maka semua sistem kerja pun juga ikut berantakan. Pola kerja keluar dari kebiasaan umum yang apa-apa serba konvensional.
Semenjak virus corona datang, sistem kerja serba digital. Sehingga memaksa perusahaan untuk melakukan alih media arsip fisik ke digital, agar dapat tetap dikerjakan dan proses kerja tetap berjalan. Bahkan setelah virus usai, kebiasaan serba digital dalam penyimpanan arsip masih melekat.
Sehingga menimbulkan kebiasaan baru. Dimana kebiasaan baru yang terjadi sesuatu yang baik. Karena ada variasi pola kerja. Sehingga menjadikan suasana yang baru, serta membantu akses kerja lebih cepat, efektif dan efisien. Bahkan bekerja Ketika dalam perjalanan dinas sekalipun masih tetap bisa mengerjakan karena semua data-data media arsip secara digital.
Terobosan Awal Alih Media dalam Penerapan Digital Arsip
Sudah menjadi rahasia umum jika sebelum virus corona menyerang, banyak perusahaan yang manajemen pengarsipan masih menggunakan cara-cara lama. Masih dilakukan secara manual. Sementara ketika virus corona datang, hampir semua perusahaan mulai melakukan alih media. Jadi alih media salah satu langkah awal penerapan digitalisasi.
Caranya menjadikan arsip cetak menjadi file digital. Untuk jenis arsip digital berupa dokumen lebih mudah dilakukan konversi. Cukup dengan melakukan scan dokumen, maka bisa di ubah dalam digital.
Salah satu manfaat alih media ke arsip digital adalah memberikan kemudahan akses, meringkas penyimpanan arsip dan saat dilakukan pemanggilan atau penggunaan kembali arsip lebih mudah didapatkan.
Alih media fisik ke arsip digital juga dijamin tingkat keamanannya. Sehingga banyak perusahaan yang awalnya belum yakin dengan arsip digital, pada akhirnya berani dan memulai melakukan alih media ke arsip digital.
Mempertanyakan Aspek Legalitas Dokumen Digital
Saat arsip fisik di alih fungsikan ke dalam dokumen digital dipertanyakan. Banyak yang meragukan bahwa legalitas dokumen digital rentan untuk dimanipulasi. Mengingat sekarang ada AI yang satu sisi menguntungkan, namun sisi yang lain juga meresahkan.
Dikhawatirkan dokumen diselewengkan dan disalah gunakan, karena memang lebih mudah untuk dilakukan hal itu. Namun pada kenyataannya, teknologi selalu menawarkan terobosan yang menarik, agar dokumen arsip tidak dapat dimanipulasi.
Oleh karena itu, munculkan peraturan yang mengatur tentang tata cara pengalihan dokumen perusahaan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan ke Dalam Mikrofilm atau media lainnya dan legalisasi.
Aturan yang dikeluarkan inilah yang dapat dijadikan acuan atau dasar hukum perusahaan saat alih media fisik ke digital.
Terkait dengan tanda tangan, pemerintah juga mengeluarkan aturan terkait penyelenggaraan Tanda tangan Elektronik (TTE). Jadi tanda tangan elektronik dinyatakan sah dan legal. Dimana tanda tangan elektronik juga memiliki kekuatan dan akibat hukum yang seperti halnya dengan tanda tangan secara bentuk fisik.
Adapun syarat TTE itu dianggap sah dan memiliki kekuatan hukum apabila TTE tersertifikasi dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
Barangkali ada di antara kamu yang mempertanyakan TTE tersertifikasi itu seperti apa? Jadi TTE yang tersertifikasi dibuat menggunakan Sertifikat Elektronik (SRE) yang diselenggarakan oleh penyelenggara sertifikat elektronik Indonesia.
Baca Juga:
- Empat Aplikasi Pengelola Arsip Digital
- Manfaat Implementasi Aplikasi Pengelola Arsip Digital
- Cara Penyimpanan Arsip Vital Perusahaan
- 6 Cara Restorasi Arsip yang Benar, Begini Caranya!
Penetapan Legalitas Dokumen Digital
Seperti yang disinggung sebelumnya, bahwasanya di mata hukum legalitas arsip digital memiliki kekuatan yang sama dengan arsip fisik. Dalam undang-undang nomor 11 tahun 2008 dituangkan di pasal 5 ayat (1). Adapun syarat agar alih fungsi dokumen memenuhi syarat legalisasi secara hukum.
Yaitu setiap dokumen yang telah dialih media ke bentuk digital perlu dilakukan proses legalisasi terlebih dahulu sebagai bentuk pembuktian atau penegasan bahwa isi, tanda tangan dan nomor registrasi benar-benar valid asli.
Proses legalisasi arsip digital ini tidak sembarang orang boleh melakukannya. Hanya eksekutif perusahaan dan pejabat perusahaan yang sudah mendapatkan kepercayaan dan kewenangan. Sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 88 tahun 1999 pasal 13 ayat (1), proses legalisasi dokumen digital perlu melampirkan berita acara.
Isi dari berita acara adalah memuat informasi meliputi keterangan dilakukan legalisasi tempat, hari, tanggal, bulan dan tahun. Di dalamnya juga perlu menuliskan bahwa alih media arsip dilakukan sesuai dengan naskah aslinya. Agar lolos legalisasi, perlu juga menyertakan tanda tangan dan nama jelas pejabat terkait. Hal ini perlu dilakukan, karena bertujuan memperkuat keabsahan legalitas dokumen digital itu sendiri.
Kesimpulan
Itulah bagaimana legalitas dokumen setelah proses alih media arsip. Sebenarnya mudah, hanya melakukan scan sesuai data fisik asli. Kemudian file digital dapat disimpan secara digital agar lebih aman. Agar arsip digital sah, perlu melakukan beberapa hal yang sudah di ulas di atas.
Buat kamu yang masih ragu dan tidak yakin melakukan ali media arsip, semoga sedikit pembahasan ini cukup memberikan wawasan dan pengetahuan baru. Jika hukum alih media itu memiliki legalitas dan hukum yang sama sesuai dengan arsip fisik.
Sementara buat yang masih khawatir akan terjadinya penyalahgunaan tentang dokumen digital yang tersimpan, dapat diminimalisir. Digitalisasi di era super canggih seperti sekarang kegiatan penyelewengan bisa diantisipasi dengan menyiapkan penyimpanan yang aman.